foto: wikipedia.org


   ARTI HIDUP . Raden adjeng Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di jepara. Ibu Kartini adalah salah satu pejuang emansipasi wanita di Indonesia, Peringatan Hari lahirnya ibu Kartini sendiri berawal dari adanya Keputusan Presiden RI No. 108 Tahun 1964 pada 2 Mei 1964. 

    Tujuan adanya peringatan Hari lahirnya ibu Kartini adalah untuk menghormati perjuangan beliau R.A Kartini untuk mewujudkan kesetaraan kesempatan antara gender antara laki-laki dan perempuan seperti di era modern sekarang ini. Terutama dalam hal pendidikan. Pemikiran Kartini soal emansipasi wanita berkembang karena korespondensinya dengan teman-teman di Belanda.

    Kartini lahir di tengah-tengah keluarga bangsawan ( darah biru ) jawa. Ayah R.A Kartini yaitu seoarang Bupati Jepara bernama R.M. Sosroningrat, adalah putra dari Pangeran Ario Tjondronegoro IV. Dan Ibunda dari R.A Kartini bernama M.A. Ngasirah, merupakan putri dari seorang kiai atau guru agama di Telukawur, Kota Jepara. Ibunda kartini, Ngasirah bukan keturunan anak dari seorang bangsawan, melainkan hanya dari rakyat biasa. 

    Sebagai anak dari seorang bangsawan, Kartini mampu menempuh pendidikan di ELS (Europese Lagere School) selama 12 tahun. Ia banyak belajar menimba ilmu di sana, termasuk bisa menguasai bahasa Belanda. Pada tahun 1903 saat R.A Kartini berusia sekitar 24 tahun, ia dinikahkan oleh ayahnya dengan K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang merupakan seorang bangsawan dan juga bupati di Rembang yang telah memiliki tiga orang istri. Meskipun begitu, suami R.A Kartini ykni K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat memahami apa yang menjadi keinginan istrinya itu. Sehingga ia kemudian memberi kebebasan untuk mendirikan sekolahan wanita pertamanya di rembang. Sekolah itu yang kemudian sekarang dikenal sebagai Gedung Pramuka.


    Aku mau meneruskan pendidikanku ke Holland, karena Holland akan menyiapkan aku lebih baik untuk tugas besar yang telah kupilih.” Surat kepada Ny. Ovink Soer (1900)


     R.A Kartini meninggal pada 17 September 1904 di usia 25 tahun. Pada tahun 1911, tulisan-tulisan ibu Kartini diterbitkan. orang Belanda bernama Conrad Theodore van Deventer (1857-1915) yang merupakan tokoh politik etis terkesan dengan tulisan-tulisan Kartini yang sejalan dengan pemikiran dan cita-cita Deventer itu sendiri, yaitu mengangkat orang pribumi secara rohani dan ekonomis serta memperjuangkan emansipasi mereka. Politik etis itu sendiri adalah sebuah kebijakan pemerintah kolonial Hindia-Belanda untuk mensejahterakan rakyat kolonial dan kaum bangsawan mereka.



    pada 1912 dibentuklah sebuah komite yang bertugas merumuskan pendidikan perempuan Jawa. Komite ini digerakkan dan di dukung secara penuh oleh orang-orang yang sepaham dengan pemikiran-pemikiran R.A Kartini, diantara mereka adalah Abendanon dan Deventer. pada tahun itu juga diresmikanlah sebuah Yayasan Kartini dengan Conrad Theodore van Deventer sebagai pimpinan pertama. Yayasan ini mempunyai sumber dana dari penjualan kumpulan surat-surat R.A Kartini. pada akhirnya Yayasan Kartini ini berhasil mendirikan sebuah sekolah wanita yang diberi nama Sekolah Kartini di Semarang pada tahun 1912.

    pada tahun pertamanya, Sekolah Kartini mampu menampung sekitar 112 orang siswi dengan lama durasi pendidikan hingga dua tahun, jumlah ini semakin meningkat dan bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Awalnya Sekolah Kartini hanya ditujukan untuk anak para bangsawan saja. Pengurus dan pengajarnya pun ditempati oleh perempuan dari kalangan kaum Belanda. Seiring berjalanya waktu kebijakan ini perlahan berubah ketika Sekolah Kartini ini mulai memperluas jaringan ke berbagai daerah di tanah jawa. Dan pada akhirnya Sekolah Kartini tidak lagi didominasi oleh anak-anak perempuan dari kalangan kaum bangsawan saja.

    Sekolah Kartini di jakarta didirikan dibawah naungan Vereeniging Bataviasche Kartinischool (Perhimpunan Sekolah Kartini Batavia) Dan ini menjadi jaringan sekolah pertama yang mau menampung anak-anak tidak mampu untuk belajar ke Sekolah Kartini. 


Bagi saja ada dua macam bangsawan, ialah bangsawan fikiran dan bangsawan budi.Tidaklah yang lebih gila dan bodoh menurut pendapat saya dari pada melihat orang yang membanggakan asal keturunannya.” Surat kepada Nona Zeehander (18 Agustus 1899)


    Sesudah tahun 1928, dalam semangat Kebangkitan Nasional, akhirnya guru-guru dari kalangan pribumi bisa masuk ke dalam pengurus dan tenaga pengajar di Sekolah Kartini.



Post a Comment

Lebih baru Lebih lama